Klarifikasi resmi disampaikan melalui surat bernomor 900.1/1473-SET/X/BPKAD/2025 tertanggal 20 Oktober 2025 BANJARBARUEMAS.COM — Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby bergerak cepat menanggapi kejanggalan data nasional yang menyebutkan Pemerintah Kota Banjarbaru memiliki simpanan dana mencapai Rp5,16 triliun di perbankan.
Klarifikasi resmi disampaikan melalui surat bernomor 900.1/1473-SET/X/BPKAD/2025 tertanggal 20 Oktober 2025, yang ditujukan langsung kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia.
Langkah cepat itu diambil menyusul pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Dalam paparannya, Menteri Keuangan mengungkapkan bahwa Banjarbaru tercatat memiliki simpanan pemerintah daerah di perbankan sebesar Rp5,165 triliun per September 2025, menempatkannya di peringkat ketiga tertinggi secara nasional, di bawah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur.
Namun, angka fantastis itu segera menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, posisi kas Pemerintah Kota Banjarbaru yang sebenarnya, berdasarkan hasil cash opname mandiri oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) hingga 10 Oktober 2025, tercatat hanya sebesar Rp791,25 miliar.
Seluruh data tersebut telah dilengkapi dengan rekening koran resmi dari seluruh bank daerah penyimpan kas pemerintah.
“Data yang disampaikan dalam rapat nasional tersebut tidak sesuai dengan kondisi kas sebenarnya di Pemerintah Kota Banjarbaru. Kami telah melakukan klarifikasi resmi agar tidak terjadi kesalahpahaman publik,” tegas Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
Dalam surat klarifikasinya, Wali Kota Lisa menilai, selisih data yang mencapai lebih dari Rp4 triliun itu kemungkinan besar bersumber dari proses konsolidasi data perbankan yang belum terverifikasi secara menyeluruh, sehingga menghasilkan angka agregat yang tidak mencerminkan posisi riil kas daerah.
Istilah konsolidasi data perbankan yang belum terverifikasi mengacu pada proses penggabungan atau penyatuan data dari berbagai bank, yang hasilnya belum disahkan atau divalidasi kebenarannya. Proses ini umumnya dilakukan oleh lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI) untuk mendapatkan gambaran makro mengenai kondisi keuangan nasional.
Namun, data yang baru dikumpulkan dari berbagai sumber perbankan sering kali masih bersifat mentah dan belum melalui proses pengecekan silang (cross-checking). Dalam konteks ini, data tersebut belum dapat dijadikan acuan kebijakan karena:
Penyatuan data dari berbagai sumber bisa menimbulkan tumpang tindih, terutama bila satu lembaga memiliki lebih dari satu rekening di beberapa bank.
Dalam kasus merger atau konsolidasi perbankan, data nasabah dan lembaga keuangan sering kali digabung sebelum diverifikasi. Kesalahan teknis atau input juga kerap menimbulkan ketidaksesuaian angka.
Implikasinya sangat serius. Data yang belum diverifikasi dapat menimbulkan risiko ketidakakuratan, keraguan publik terhadap kredibilitas fiskal, dan kesalahan pengambilan keputusan strategis di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Karena itu, data semacam ini wajib melalui tahapan validasi dan audit ulang sebelum dipublikasikan atau dijadikan dasar perumusan kebijakan.
Menurut mantan Kepala BPKAD Kota Banjarbaru, H. Jainudin, S.Sos, M.AP, yang baru saja purna tugas pada 1 Oktober 2025, data sebesar Rp5,16 triliun tersebut harus dibaca dalam konteks metodologinya.
“Angka itu kemungkinan besar bukan mencerminkan kas milik Pemerintah Kota Banjarbaru secara administratif, melainkan akumulasi seluruh simpanan pemerintah dan lembaga vertikal yang berada di wilayah Kota Banjarbaru,” ujar Jainudin ketika dimintai penjelasan.
Ia menjelaskan, metode pencatatan berdasarkan lokasi bank, bukan berdasarkan entitas pemilik rekening, kerap menimbulkan salah tafsir. Artinya, saldo dana dari instansi vertikal seperti kementerian, lembaga negara, atau kantor perwakilan pusat yang beroperasi di Banjarbaru bisa ikut terhitung dalam agregat wilayah tersebut.
“Jumlah simpanan itu bisa jadi merupakan saldo berdasarkan lokasi kantor cabang bank yang berada di Banjarbaru, bukan saldo milik pemerintah kota. Karena itu, perlu kehati-hatian membaca data agregat perbankan semacam ini,” tambahnya.
Wali Kota Lisa menegaskan bahwa Pemerintah Kota Banjarbaru senantiasa menjaga transparansi dan akuntabilitas fiskal, terutama dalam penyajian data keuangan daerah. Klarifikasi yang dilakukan merupakan bentuk tanggung jawab agar informasi fiskal daerah tetap akurat dan tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap pengelolaan kas daerah.
“Kami berharap Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan serta melakukan penyesuaian data resmi, agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru terhadap pengelolaan keuangan daerah,” tulis Wali Kota Lisa dalam suratnya.(be)
Tidak ada komentar