Gubernur Muhidin Akui Saldo Rp5,1 Triliun Milik Pemprov Kalsel, Bukan Banjarbaru: Wali Kota Lisa Halaby Jaga Nama Baik Banjarbaru

waktu baca 4 menit
Rabu, 29 Okt 2025 01:03 371 Banjarbaru Emas

BANJARBARUEMAS.COM – Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin akhirnya angkat bicara menanggapi kegaduhan publik terkait laporan saldo simpanan pemerintah daerah yang disebut “mengendap” di Bank Kalsel. Dalam keterangan pers di Banjarbaru, Senin (28/10/2025), Muhidin menegaskan bahwa dana sebesar Rp5,1 triliun yang sebelumnya disebut milik Pemerintah Kota Banjarbaru sejatinya merupakan saldo kas milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

“Dana itu milik Pemprov Kalsel, bukan Banjarbaru. Mayoritas berupa deposito, bukan dana mengendap sebagaimana disebut dalam laporan Kementerian Keuangan,” ujar Muhidin dengan nada tegas.

Klarifikasi ini menjadi titik terang setelah pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, memicu polemik publik lantaran data keuangan yang dipublikasikan menempatkan Kota Banjarbaru sebagai daerah dengan saldo dana tertinggi di Kalimantan Selatan.

Belakangan diketahui, kesalahan tersebut bersumber dari input data internal di Bank Kalsel yang secara keliru mencatat saldo Pemprov Kalsel ke dalam rekening Pemkot Banjarbaru.

“Kesalahan ini memang administratif, tetapi dampaknya besar. Tidak hanya mencoreng citra keuangan daerah, tetapi juga menimbulkan kebingungan publik dan menurunkan kepercayaan terhadap lembaga keuangan daerah,” kata Muhidin.

Ia menegaskan, Direksi Bank Kalsel harus segera melakukan evaluasi menyeluruh dan menjatuhkan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab atas kekeliruan fatal tersebut.

“Saya minta Direktur Bank Kalsel untuk segera mengevaluasi. Apakah perlu diberikan sanksi? Karena ini berat. Kejadian seperti ini menggegerkan Kalimantan Selatan, bahkan sampai ke tingkat nasional,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Muhidin juga menjelaskan secara rinci posisi dana milik Pemprov Kalsel. Dari total saldo Rp4,7 triliun, sekitar Rp3,9 triliun ditempatkan dalam bentuk deposito dan sisanya dalam bentuk giro. Menurutnya, dana tersebut bukanlah dana “mengendap”, melainkan kas daerah yang belum terealisasi penggunaannya dalam siklus anggaran berjalan.

“Dana ini aktif. Setiap bulan menghasilkan bunga sekitar 6,5 persen atau setara Rp21 miliar. Selama lima bulan terakhir, total pendapatan bunga mencapai lebih dari Rp100 miliar,” paparnya.

Ia menambahkan, penempatan dana di Bank Kalsel merupakan bagian dari strategi pengelolaan kas daerah yang telah melalui persetujuan gubernur. Meskipun sejumlah bank nasional menawarkan bunga lebih tinggi, Pemprov Kalsel tetap memilih Bank Kalsel sebagai bentuk komitmen memperkuat lembaga keuangan milik daerah.

“Kami ingin memperkuat Bank Kalsel karena itu bank kebanggaan kita,” ujar Muhidin.

Dana tersebut, lanjutnya, berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disimpan sementara sebelum digunakan untuk belanja pemerintah.

Saat realisasi belanja terjadi, dana ditarik dan dialihkan ke rekening giro. Hingga Oktober 2025, tercatat sekitar Rp280 miliar telah ditarik untuk kebutuhan belanja daerah.

“Yang penting, publik tahu bahwa dana itu tidak mengendap. Dana tersebut tetap aktif dan memberikan manfaat nyata bagi daerah,” tegasnya.

Menanggapi arahan gubernur, Direktur Operasional Bank Kalsel, Abdurahim Fiqry, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan peninjauan internal.

“Kami akan review kembali dan tangani dengan serius. Kami juga akan memperkuat sistem pelaporan dan pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

Sementara itu, dari pihak Pemerintah Kota Banjarbaru, klarifikasi atas kekeliruan data tersebut juga disampaikan secara tegas oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Banjarbaru, Sri Lailana.

Menurutnya, hasil rapat sinkronisasi data antara Bank Indonesia dan Bank Kalsel yang digelar pada 24 Oktober 2025 di Gedung H Lantai 8, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, membuktikan adanya ketidaksesuaian kode wilayah dalam pelaporan data keuangan oleh pihak Bank Kalsel.

Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus dan Dirjen Bina Keuangan Daerah Dr. A. Fatoni, M.Si., serta turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian Keuangan.

“Dari hasil sinkronisasi itu terlihat jelas, kesalahan terjadi di pihak Bank Kalsel. Kode wilayah yang seharusnya tercatat atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan justru dimasukkan sebagai dana simpanan milik Pemerintah Kota Banjarbaru,” ujar Sri Lailana.

Ia menegaskan, kesalahan administratif tersebut bukan sekadar persoalan teknis, tetapi telah menimbulkan dampak serius terhadap citra dan kredibilitas fiskal daerah.
“Ini bentuk kelalaian yang tidak bisa dianggap sepele, karena kesalahan pelaporan semacam ini langsung memengaruhi persepsi publik dan hubungan antar lembaga pemerintah,” imbuhnya.

Dengan klarifikasi resmi yang sudah dilakukan, kini terang bahwa Kota Banjarbaru tidak memiliki dana mengendap sebesar Rp5,165 triliun. Nilai tersebut adalah akumulasi rekening milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang secara keliru dilaporkan oleh Bank Kalsel sebagai milik Kota Banjarbaru.

Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby menegaskan komitmennya untuk terus menjaga kepercayaan publik dan memastikan setiap rupiah uang daerah terdata secara transparan dan akurat.

“Kami tidak akan membiarkan kesalahan data sekecil apa pun mencoreng nama baik Banjarbaru. Pemerintah Kota bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas. Setiap angka yang keluar harus bisa dipertanggungjawabkan secara publik,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Banjarbaru akan berkoordinasi lebih intensif dengan otoritas perbankan dan lembaga pengawas keuangan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Integritas fiskal adalah fondasi kepercayaan warga kepada pemerintahnya. Dan itu akan terus kami jaga,” ujarnya dengan tegas. (be)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA