Banjarbaru Emas: Diplomasi Infrastruktur Wali Kota Lisa dan Strategi Menyusun Kota Modern

waktu baca 4 menit
Jumat, 3 Okt 2025 06:02 160 Banjarbaru Emas

BANJARBARUEMAS.COM – Silaturahmi dan koordinasi Wali Kota Banjarbaru, Hj. Erna Lisa Halaby, dengan Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, di Jakarta (22/9/2025), menyiratkan satu pesan penting:

Pembangunan daerah tidak mungkin berjalan optimal tanpa dukungan pemerintah pusat. Di tengah keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kepala daerah dituntut menguasai seni diplomasi pembangunan—memadukan silaturahmi, koordinasi, dan konsultasi menjadi instrumen politik fiskal yang nyata.

APBD Banjarbaru 2025 memang tidak memiliki ruang fiskal yang cukup untuk menanggung proyek-proyek besar. Lebih dari 70 persen anggaran terserap oleh belanja wajib (mandatory spending) seperti pendidikan, kesehatan, dan belanja pegawai. Kondisi ini membuat ruang untuk belanja modal—yang sesungguhnya menjadi motor pembangunan infrastruktur—sangat terbatas.

Dalam keterbatasan itulah strategi melobi kementerian teknis, terutama Kementerian PU, muncul sebagai langkah rasional sekaligus strategis. Diplomasi pembangunan semacam ini membuka berbagai peluang:

  • Akselerasi Infrastruktur – Dengan jalur lobi yang tepat, proyek strategis daerah berpeluang masuk ke dalam daftar prioritas nasional.
  • Optimalisasi APBN – Dana pusat melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK), Inpres Jalan Daerah (IJD), hingga proyek langsung APBN dapat menjadi tambahan pendanaan yang mempercepat realisasi pembangunan.
  • Dukungan Teknis – Kementerian PUPR memiliki perangkat teknis dan pengalaman yang lebih mapan. Kolaborasi dengan mereka menjamin kualitas pembangunan sesuai standar nasional.
  • Alternatif Skema KPBU – Selain mengandalkan APBN, pola kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) bisa dijajaki sebagai sumber pembiayaan proyek jangka panjang.

Dengan kata lain, keberhasilan melobi kementerian tidak hanya berhenti pada perolehan dana. Lebih jauh, ia membangun legitimasi politik, memperkuat kepercayaan publik, serta meningkatkan daya saing Banjarbaru di tengah persaingan antar kota yang semakin ketat.

Wali Kota Lisa tidak sekadar menjalankan program rutin pemerintahan. Ia membawa agenda besar yang sejalan dengan visi Banjarbaru Emas—sebuah visi kota modern, berdaya saing, sekaligus tetap berakar pada identitas sejarahnya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), ada empat proyek utama yang diposisikan sebagai pondasi transformasi kota.

Pertama, Flyover Bundaran Simpang Empat.
Proyek ini dirancang sebagai solusi jangka panjang untuk mengurai kemacetan di salah satu titik paling sibuk Banjarbaru. Namun lebih dari itu, flyover ini diharapkan menjadi ikon kota, menegaskan Banjarbaru sebagai ibu kota provinsi dengan wajah infrastruktur modern. Pemerintah juga berkomitmen mengkaji ulang desain dan efektivitasnya agar tidak sekadar monumental, tetapi benar-benar fungsional bagi masa depan kota.

Kedua, Stadion Olahraga Regional.
Bukan hanya arena pertandingan, stadion ini akan berperan sebagai ruang publik berskala besar. Ia diproyeksikan menjadi pusat kegiatan olahraga, rekreasi, hingga event regional. Kehadirannya diharapkan memperkuat solidaritas sosial, menyediakan ruang bagi generasi muda untuk berprestasi, serta memacu ekonomi kreatif yang lahir dari pergerakan komunitas.

Ketiga, Kawasan Aerocity.
Terintegrasi langsung dengan Bandara Internasional Syamsudin Noor, kawasan ini menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi Banjarbaru. Dengan posisi strategis, Aerocity akan menjadi pusat investasi dan poros konektivitas Kalimantan, membuka peluang kerja, serta menghubungkan Banjarbaru dengan jejaring ekonomi global.

Keempat, Perluasan Balai Kota Banjarbaru.
Pengembangan kantor pemerintahan bukan semata soal gedung baru. Konsep yang diusung adalah menghadirkan perkantoran modern yang efisien, tetapi tetap merawat bangunan lama peninggalan 1956 sebagai simbol sejarah. Dengan begitu, pemerintahan Banjarbaru dibangun di atas fondasi memori kolektif warganya, sekaligus menatap masa depan dengan tata kelola yang lebih profesional.

Selain empat agenda besar tersebut, tahun 2025 juga diwarnai oleh proyek infrastruktur lain yang tak kalah penting. Misalnya, revitalisasi Jembatan Sungai Ulin I dengan dukungan dana APBN Rp10,2 miliar, perbaikan jalan dan trotoar untuk meningkatkan aksesibilitas sekaligus estetika kota, hingga pembangunan kolam retensi dan embung sebagai strategi mitigasi banjir yang kerap menghantui wilayah perkotaan.

Sinergi dengan pemerintah pusat adalah kunci percepatan pembangunan. Wali Kota Lisa memahami betul bahwa APBD saja tidak cukup menopang lompatan besar. Karena itu, ia meramu strategi dengan memadukan dukungan APBN, skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), dan jejaring lintas kementerian.

Di tengah kompetisi antar kota yang semakin ketat, strategi agresif untuk mengamankan porsi pembangunan dari pusat adalah keniscayaan. Banjarbaru tidak bisa hanya menunggu, melainkan harus aktif “menjemput bola” agar masuk dalam radar prioritas nasional.

Langkah Wali Kota Lisa menjadi contoh praktik kepemimpinan modern: berani mengaktualisasikan visi melalui diplomasi pembangunan. Inilah wujud pemahaman atas politik fiskal—bahwa pembangunan kota memerlukan seni melobi, membangun jejaring, sekaligus merawat kepercayaan pusat.

Dengan cara ini, Banjarbaru diarahkan melampaui statusnya sebagai “ibu kota administratif.” Kota ini diproyeksikan menjadi pusat konektivitas baru, simpul ekonomi regional, dan ruang peradaban modern di Kalimantan Selatan. Sebuah transformasi yang menegaskan, bahwa diplomasi pembangunan bukan sekadar strategi, melainkan fondasi untuk mewujudkan Banjarbaru Emas.(be)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA