Supriyatin, Perempuan yang Mengalirkan Semangat Posyandu Banjarbaru

waktu baca 3 menit
Rabu, 15 Okt 2025 07:03 146 Yopi

BANJARBARUEMAS.COM – Siang itu, matahari Banjarbaru sedang garang-garangnya. Udara panas berdesir bersama debu di sepanjang Jalan Kasturi Ujung menuju Bandara. Di pinggir jalan, di antara lalu lalang kendaraan yang tergesa, saya berhenti sejenak di sebuah gerobak kecil sederhana. Dari balik payung yang mulai kusam, tampak seorang perempuan paruh baya tersenyum ramah, memeras batang tebu dengan tangan yang tampak begitu terbiasa dengan kerja keras.

Seteguk es tebu yang ia sodorkan terasa menyegarkan. Seperti biasa, setiap kali saya bertemu dengan “perantau” yang memilih menetap di Banjarbaru, percakapan kecil pun mengalir panjang. Tapi siang itu, dari obrolan sederhana tentang cuaca, harga sembako, hingga membicarakan tentang Wali Kota perempuan pertama di Banjarbaru, saya menemukan sesuatu yang tak terduga. Ternyata, perempuan di balik gerobak itu adalah seorang kader posyandu di lingkungan paling bawah—Supriyatin namanya.

“Kalau Sabtu minggu kedua tiap bulan, kami buka Posyandu Mawar di Gang Bataan, Kelurahan Syamsudin Noor,” ujarnya dengan mata yang berbinar. “Sekarang bangunannya baru, bantuan dari Pertamina. Sudah ada ruang timbang, penyuluhan, sampai pemeriksaan gula darah dan tensi untuk lansia.”

Kata-katanya membuat saya diam sejenak. Dalam diri perempuan sederhana ini, saya melihat pancaran semangat yang sama seperti yang bergema dalam Gerakan Aktifkan Posyandu Kota Banjarbaru Tahun 2025, yang resmi diluncurkan oleh Ketua TP PKK Kota Banjarbaru, H. Riandy Hidayat, S.E., M.M., beberapa bulan lalu. Gerakan itu bertujuan menghidupkan kembali denyut gotong royong dan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat melalui Posyandu di Banjarbaru.

Dalam sambutannya waktu itu, Riandy mengatakan, “Kita ingin Posyandu buka setiap bulan dan melayani seluruh siklus hidup—dari ibu hamil sampai lansia—dengan minimal lima kader aktif.” Ia menegaskan, Posyandu bukan hanya tempat timbang bayi, tetapi juga pusat kehidupan warga: tempat belajar, berkumpul, dan menjaga generasi agar tetap sehat dan kuat.

Dan di lapangan, di bawah teriknya matahari dan hiruk-pikuk ekonomi kecil, saya menemukan perwujudan nyata dari cita-cita itu dalam sosok Supriyatin. Bersama delapan kader lainnya, ia mengatur jadwal, menyiapkan alat timbang, mencatat hasil pengukuran tinggi badan, lingkar kepala, dan memberikan penyuluhan sederhana tentang gizi. “Kami juga punya Posga, posyandu keluarga,” tambahnya dengan bangga.

Di sela-sela menunggu pembeli, Supriyatin bercerita tentang rasa syukurnya. “Sekarang kami juga dapat honor dari pemerintah kota. Tidak besar, tapi kami senang. Itu tanda kami dihargai.” Ia percaya, di bawah kepemimpinan Riandy Hidayat dan dukungan penuh Pemkot Banjarbaru, kesejahteraan kader posyandu akan semakin diperhatikan.

Cerita Supriyatin merupakan kisah tentang ketulusan yang tak mengenal lelah. Ia membuktikan bahwa kekuatan pembangunan kesehatan masyarakat bisa lahir dari hati-hati kecil yang tulus bekerja di akar rumput.

Dari balik gerobak es tebu itu, saya belajar satu hal: bahwa gerakan besar seperti “Aktifkan Posyandu Banjarbaru 2025” menemukan maknanya di gang-gang kecil tempat Supriyatin dan kawan-kawan menimbang bayi, menyuluh ibu muda, dan memeriksa tekanan darah para lansia.

Banjarbaru sedang berubah. Dan perubahan itu, barangkali, berawal dari tangan-tangan kecil seperti milik Supriyatin yang dengan sabar memeras tebu di siang yang terik—sama sabarnya ia menakar harapan di Posyandu Mawar.

Karena di matanya, setiap tetes keringat adalah cinta. Cinta kepada sesama, kepada kesehatan warga, dan kepada kotanya sendiri—Banjarbaru. (be)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA