Menjaga Harapan di Tengah Krisis: Seni Kepemimpinan Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby di Tengah Pemotongan Anggaran

waktu baca 4 menit
Jumat, 10 Okt 2025 01:24 268 Yopi

BANJARBARUEMAS.COM – Di tengah tekanan fiskal nasional dan ancaman pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) pada tahun 2026, Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby menunjukkan kepemimpinan yang tenang namun tegas, cerdas namun humanis.

Ia memahami bahwa krisis bukan sekadar soal berkurangnya rupiah dalam neraca keuangan daerah, melainkan ujian arah dan daya tahan sebuah pemerintahan. Dalam situasi di mana banyak kepala daerah sibuk menyesuaikan rencana pembangunan akibat penurunan pendapatan, Wali Kota perempuan pertama Banjarbaru ini memilih langkah yang lebih strategis: memperkuat diplomasi fiskal langsung ke pusat pemerintahan.

Langkah itu diwujudkan melalui partisipasi aktifnya dalam audiensi Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Komisariat Wilayah V dengan Kantor Staf Presiden (KSP), pada Kamis, 9 Oktober 2025 di Jakarta. Forum tersebut menjadi wadah komunikasi lintas level pemerintahan yang krusial, diikuti oleh para wali kota se-Kalimantan dan pejabat tinggi KSP.

Hj. Erna Lisa hadir tidak hanya sebagai kepala daerah, tetapi juga sebagai Wakil Ketua I Musyawarah Komisariat Wilayah (Muskomwil) V APEKSI — posisi yang menunjukkan kepercayaan dan pengakuan terhadap kepemimpinan Banjarbaru di antara kota-kota lain di Kalimantan.

Dalam forum itu, sejumlah isu strategis mengemuka: mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur dasar, peningkatan layanan publik, penguatan ekonomi daerah berbasis potensi lokal, hingga pengembangan kebijakan inovatif yang berkeadilan sosial.

Para kepala daerah Kalimantan, termasuk Hj. Lisa, satu suara menekankan pentingnya dukungan pemerintah pusat terhadap percepatan pembangunan wilayah yang luas namun menghadapi keterbatasan fiskal dan infrastruktur.

“Sinergi yang kuat bukan hanya soal komunikasi antarinstansi, tetapi tentang bagaimana kita menyatukan arah dan memastikan setiap kebijakan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Efisiensi fiskal perlu dijalankan dengan bijak, tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik yang menjadi hak warga,” ujar Hj. Erna Lisa Halaby, dengan nada yang memadukan ketegasan dan optimisme.

Pernyataan itu menjadi refleksi dari situasi yang dihadapi Banjarbaru. Berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan, dana transfer untuk Kota Banjarbaru pada 2026 dipangkas sebesar 36,22 persen — dari Rp966,14 miliar pada 2025 menjadi Rp616,15 miliar.

Penurunan paling tajam terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) yang anjlok 71,98 persen, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang menyusut hingga 91,38 persen. Artinya, jika pada 2025 Banjarbaru masih memiliki “nafas” yang relatif stabil, maka pada 2026 kota ini akan menghadapi tekanan likuiditas yang nyata.

Kontraksi sebesar itu berpotensi memperlambat sejumlah program pembangunan. Mulai dari proyek peningkatan jalan dan drainase, revitalisasi ruang publik, pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, hingga dukungan bagi program sosial berbasis masyarakat.

Namun, alih-alih memperlambat langkah, Lisa justru menjadikan situasi ini sebagai momentum memperkuat koordinasi lintas level pemerintahan. Ia paham bahwa stabilitas fiskal bukan hanya soal memotong anggaran, tetapi tentang memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan memiliki dampak sosial yang terukur.

Banjarbaru memilih jalur diplomasi kebijakan. Melalui komunikasi aktif dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dan kementerian terkait, Lisa berupaya menjaga ruang fiskal Banjarbaru agar tetap sehat, produktif, dan berkeadilan.

Namun, kepemimpinannya melampaui batas administratif kota; sebagai Wakil Ketua I APEKSI Komisariat Wilayah V Kalimantan, ia tampil sebagai sosok regional yang berpikir untuk kepentingan bersama kota-kota di Kalimantan.

Wali Kota Lisa mendorong lahirnya solidaritas fiskal antardaerah, memperjuangkan agar keputusan anggaran pusat tidak sekadar berbasis formula, tetapi mempertimbangkan keadilan spasial dan kebutuhan riil wilayah Kalimantan yang luas, terpencar, dan beragam.

Ia menegaskan bahwa kemajuan Banjarbaru akan lebih bermakna bila berjalan seiring dengan kemajuan daerah tetangganya—sebuah visi kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi lokal, tetapi berwawasan regional dan nasional.

Pendekatan yang ditempuh Wali Kota Lisa berangkat dari keyakinan bahwa anggaran bukan sekadar angka, tetapi wujud kepercayaan antara pemerintah dan rakyatnya. Dalam setiap kebijakan, ia menempatkan transparansi, komunikasi, dan kolaborasi sebagai fondasi utama.

Bagi Lisa, cinta kepada kota bukan diukur dari besarnya dana dari pusat yang diterima, melainkan dari keberanian untuk berdialog, mengajukan aspirasi, dan menjaga kepercayaan publik di tengah keterbatasan.

Di tingkat operasional, Pemerintah Kota Banjarbaru juga mengubah strategi kerja menjadi lebih efisien dan partisipatif. Belanja pembangunan diarahkan ke sektor yang memiliki efek ganda (multiplier effect) tinggi, seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi warga.

Program penataan lingkungan kota tetap dijalankan agar Banjarbaru tetap bersih dan nyaman. Di sisi lain, transformasi layanan publik berbasis digital terus diperluas untuk memastikan efisiensi birokrasi dan transparansi pelayanan.

Wali Kota Lisa juga memprioritaskan penguatan kemitraan dengan dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menjaga keberlanjutan pembangunan di tengah berkurangnya dana pusat. “Keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berinovasi. Justru dalam kondisi seperti ini, sinergi dan komunikasi menjadi modal utama menjaga optimisme,” ujarnya dengan senyum penuh keyakinan.

Banjarbaru hari ini menjadi contoh kecil dari bagaimana sebuah daerah bisa mengelola tantangan nasional dengan pendekatan lokal yang cerdas dan beretika. Dalam situasi keuangan daerah yang menekan, Hj. Erna Lisa Halaby menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukan sekadar kemampuan mengatur angka, melainkan kemampuan menjaga kepercayaan—baik dari pusat maupun dari warganya sendiri.

Banjarbaru tidak sedang bertahan, tetapi sedang menata ulang cara bertumbuh. Dengan diplomasi yang santun dan argumentatif, kota ini menunjukkan bahwa bahkan di tengah musim penghematan, pembangunan yang berkeadilan tetap mungkin diwujudkan.(be

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA